"Video baru gue di youtube diblokir gara-gara pake lagu barunya Coldplay!"
"Foto yang gue upload di instagram dipake sama orang dong, nggak pake izin lagi!"
"Gue nyetel lagunya BigBang kan di vlog baru gue, eh tiba-tiba videonya di blokir, Padahal nyetelnya juga cuma 10 detik dan nggak terlalu kedengeran. Youtube jadi rese deh."
Sebagai generasi social media savvy, perbincangan-perbincangan tersebut mungkin sering kalian temukan sehari-hari ketika sedang berkumpul bersama teman-teman ataupun dalam chatroom di media sosial. Katanya sih kita bebas berekspresi di internet, tapi kok konten kita malah diblokir dimana-mana? Padahal isinya masih baik dan beretika. Sebenarnya sejauh apa sih batasan-batasan kita di media sosial, terutama terkait hak cipta? Pertanyaan tersebut akan dijawab lebih lanjut dalam artikel ini.
Kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang. Internet memberikan akses maksimal kepada kita para pengguna untuk melakukan hal tersebut. Namun, hak tersebut kadangkala bertabrakan dengan hak-hak yang juga dimiliki orang lain, sehingga tetap dibutuhkan sebuah regulasi untuk mengatur hal tersebut.
Berbagai aturan pun dirumuskan oleh pemerintah untuk melindungi hak-hak rakyatnya dalam berekspresi dan berpendapat, termasuk terkait dengan hak cipta. Hak cipta dalam UU No.28 Tahun 2014 adalah kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Keberadaan intenet semakin mempermudah kesempatan kita untuk mengunggah hasil karya sekaligus menggunakan hasil karya orang lain. Jika tidak ada undang-undang yang mengatur tentang hal ini, kepemilikan akan suatu hasil karya akan menjadi tidak teratur.
Ketiga bahan bacaan yang diberikan berbicara tentang copyright, yaitu proteksi legal atas hasil karya milik seseorang. Copyright merupakan salah satu bentuk peraturan yang dibuat pemerintah dan media-media digital untuk mengurangi kasus terjadinya pelanggaran hak cipta. Dalam pelaksanaannya, copyright juga beriringan dengan fair use, yaitu hak seseorang untuk memasukkan sebagian kecil karya cipta orang lain ke dalam konten yang ia buat selama karya tersebut bertujuan untuk nonprofit dan edukasi dengan adanya transformasi dari bentuk sebelumnya. Tujuannya adalah agar tidak terjadi monopoli dan monetisasi oleh pemilik modal atas suatu karya.
Hukum tentang copyright di media digital mulai tahun 1998 diatur oleh undang-undang khusus di Amerika Serikat, yaitu Digital Millenial Copyright Act atau DMCA. Anehnya, di dalam DMCA ini tidak disebutkan sama sekali mengenai fair use, sehingga penggunaan konten tanpa perlu izin menjadi sebuah hal yang ilegal. Hal tersebut terjadi pada kasus Holden Lenz yang meng-upload videonya berjoget lagu Prince, Let;s Go Crazy dan kasus yang terdapat di artikel http://internetsehat.id/2016/12/hak-cipta-indonesia-raya-kena-klaim-kanal-id-igf-kena-takedown/ dimana sebuah video konvensi internasional di-take down karena dalam pemutaran lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan bersama-sama dalam acara itu menggunakan aransemen yang sudah diakui copyright nya oleh PT Aquarius Musikindo.
Evi Kusumaningrum (1506729481)
Sumber:
http://internetsehat.id/2016/12/hak-cipta-indonesia-raya-kena-klaim-kanal-id-igf-kena-takedown/
https://www.copyright.gov/legislation/dmca.pdf
Collins, Steve. 2008. Recovering Fair Use. Australia. M/C Journal.
Turow, Joseph. 2014. Media Today: Mass Communication in a Converging World. New York. Routledge.
No comments:
Post a Comment