Recent Post

Monday, 22 May 2017

Oleh 
Evi Kusumaningrum (1506729481)
Margaretha Nazhesda (1506686135)
Saeka Minami Kalpika (1506686066)


"Dengan kekuatan hengpong jadul,, cekrek.. cekrek.."
"#FansOjokBaper #HatersOjokBaper #LanjutMamamBatako"


Pasti sudah tidak asing lagi dengan kata-kata maupun hashtag dari akun instagram yang terkenal seantero negeri ini. Ya, apa lagi kalau bukan akun instagram Lambe Turah. Dengan bahasa caption yang alay dan editan foto ala kadarnya, akun instagram yang muncul sejak Desember 2015 ini sudah memiliki 2,6 juta followers! 


sumber: http://instagram.com/lambe_turah


Lambe Turah awalnya terkenal karena membeberkan foto-foto terkait kasus motivator kondang Mario Teguh dan seorang pria yang mengaku anak kandungnya yang bernama Kiswinar secara blak-blakan. Akhirnya, dari situ para Minceu (sebutan admin Lambe Turah) mulai gencar memposting foto maupun video gosip secara fresh. Foto-foto maupun video ini kebanyakan merupakan hasil kiriman netizen melalui direct message Lambe Turah.

Kehadiran Lambe Turah di dunia pergosipan Indonesia memberi warna baru. Gosip yang biasanya dicari oleh khalayak penggemar dunia entertainment di beberapa stasiun televisi di rumahnya kini dapat mengakses dengan mudah melalui akun instagram Lambe Turah. Lambe Turah yang dikenal awalnya melalui instagram kini sudah memiliki akun sosial media resmi lainnya yakni twitter (@lambe_turah), youtube (Lambe Turah), dan Path (Lambe Turah).  Lambe Turah menawarkan sebuah platform gosip yang baru dimana sumber gossip kini dapat datang dari akun sosial media dan dipercaya oleh banyak masyarakat Indonesia. Lambe Turah mengalahkan kemampuan program acara entertainment yang ada di beberapa stasiun televisi dalam mencari informasi terkini khususnya di kalangan selebritas. Kini, Lambe Turah bukan hanya sekedar mempublikasikan gosip selebriti saja, tapi ada juga berita politik, informasi orang-orang yang membutuhkan bantuan finansial, maupun mempermalukan orang-orang yang dianggap melanggar norma sosial (sehingga memicu cyber bullying). Kekuatan media dan pengemasan yang baik oleh Lambe Turah ini memicu timbulnya permasalahan dalam bidang privasi maupun timbulnya berita-berita bersifat hoax.




Privasi yang Memudar dan Gossip as Citizen Journalism


sumber: http://instagram.com/lambe_turah
UUD 1945 mengatur tentang hak individu untuk mendapatkan perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Termasuk di dalamnya adalah hak untuk melindungi data pribadinya. Menurut UU Nomor 24 Tahun 2013 Pasal 1 poin 22, data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Privasi sendiri Menurut UU Teknologi Informasi ayat 19 adalah hak individu untuk mengendalikan penggunaan informasi tentang identitas pribadi baik oleh dirinya sendiri atau oleh pihak lainnya.


sumber: http://instagram.com/lambe_turah
Semenjak kehadirannya, Lambe Turah gemar mengunggah gosip-gosip hangat selebriti yang belum dipublikasikan orang lain. Seorang selebriti dapat dijatuhkan namanya ataupun diangkat lewat satu post sederhana dari akun ini. Postingan tersebut berupa foto-foto keseharian, unggahan media sosial, serta foto-foto bukti tertulis seperti undangan pernikahan, maupun surat-surat resmi lainnya yang mengandung data pribadi diambil dan disebar tanpa izin. Bukankah hal ini termasuk ke dalam pelanggaran privasi?

Apalagi kini tiap orang seakan-akan berlomba untuk memberi kontribusi dengan memberi hasil jepretan maupun rekaman artis secara diam-diam untuk akun Lambe Turah. Gerak-gerik artis-artis ini diawasi oleh kamera netizen yang siap mengabadikan momen dan mempublikasikannya tiap saat. Hal ini tentunya membuat kesadaran akan batasan privasi di kalangan masyarakat semakin pudar. Yang lebih menyedihkan, pelanggaran privasi ini justru digemari oleh masyarakat.

sumber: http://instagram.com/lambe_turah

Akses yang diberikan akun Lambe Turah untuk masyarakat mem-posting foto-foto selebriti maupun orang biasa yang mereka dapatkan seolah menjadi bentuk lain dari citizen journalism. Masyarakat biasa kini dapat bertindak sebagai wartawan gosip yang dapat melaporkan foto-foto yang mereka dapatkan ketika melihat selebriti kesayangannya di suatu tempat. Tidak cuma seputar selebriti, masyarakat juga bisa mengirim hal-hal yang berpotensi menjadi berita yang mereka saksikan secara langsung, seperti ketika website Telkomsel di-hack dan maraknya serangan virus wannacry di Indonesia. Kehadiran berita-berita tersebut dalam akun Lambe Turah biasanya jauh lebih cepat dari media-media mainstream lainnya. Lalu, apakah aktivitas yang dilakukan orang-orang yang mengirim info ke akun Lambe Turah dapat disebut sebagai citizen journalism?.


Citizen journalism sendiri adalah aktivitas jurnalistik yang dilakukan oleh warga biasa. Aktivitas mengirimkan info dan foto-foto terbaru merupakan bentuk aktivitas jurnalistik, sayangnya kebanyakan konten yang dikirim merupakan foto-foto yang disertai dengan caption yang menimbulkan gosip, yang sama sekali bukan merupakan konten jurnalistik. Kehadiran akun Lambe Turah sebenarnya dapat memicu aktivitas citizen journalism yang dilakukan masyarakat jika diarahkan pada pemberitaan-pemberitaan yang faktual dan tidak melanggar privasi seseorang. 

Memicu Hoax

Berdasarkan hasil survei Mastel memperlihatkan bahwa banyak masyarakat yang sudah memahami bahwa hoax merupakan berita bohong yang disengaja. Namun, masyarakat masih sangat bergantung kepada koreksi atau klarifikasi dari sosial media mengenai hoax atau tidaknya suatu berita begitu pula dengan saluran penyebaran berita hoax yang paling banyak disebabkan oleh sosial media.

sumber: http://mastel.id/infografis-hasil-survey-mastel-tentang-wabah-hoax-nasional/
sumber: http://mastel.id/infografis-hasil-survey-mastel-tentang-wabah-hoax-nasional/
sumber: http://mastel.id/infografis-hasil-survey-mastel-tentang-wabah-hoax-nasional/

Foto-foto yang diunggah Lambe Turah seringkali memiliki caption yang ambigu dan menyebabkan multitafsir. Hal ini tentunya dapat memicu berita hoax atau berita palsu akibat salah pengertian dari tiap netizen yang membacanya. Tidak jarang netizen saling adu argumen dalam kolom komentar di postingan Lambe Turah untuk menjelaskan apakah postingan tersebut asli atau palsu.

"Masyarakat menyukai hal-hal yang heboh. Ini berbahaya, karena bisa jadi perilaku. Mereka bisa memproduksi hoax agar bisa menimbulkan kehebohan" (Kristiono, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia). Lambe Turah dapat menimbulkan kehebohan karena pemberitaan yang terlihat dari sumber yang valid namun sebenarnya pihak yang bersangkutan tidak pernah memberikan klarifikasi maupun belum ada kebenarannya dari pihak yang terkait. Contohnya pada postingan berikut, Pevita Pearce berfoto bersama dengan Mike Lewis dan anak-anaknya yang menimbulkan isu kedekatan mereka berdua. Nyatanya berita tersebut dipatahkan oleh salah satu kolom komentar bahwa foto tersebut yang mengambil adalah Ida yaitu kekasih dari Mike Lewis. Banyak orang hal ini sepele, namun Lambe Turah telah memicu adanya interpretasi masyarakat yang sifatnya bohong dan merugikan hak seseorang.


sumber: http://instagram.com/lambe_turah

Contoh lain yang lebih mengejutkan adalah pemberitaan mengenai remaja yang ketahuan mesum di ruang ganti pakaian atau fitting room Lotte Mart lantai B1 Pakuwon Mall Surabaya, Jawa Timur dan dikabarkan muncul informasi bahwa ABG wanitanya bunuh diri. Unggahan di Lambe Turah tersebut dapat memicu beberapa oknum atau bahkan Bala Nemo (sebutan pengikut setia Lambe Turah) menimbulkan info hoax seperti celetukan bunuh diri yang nyatanya hoax. Apabila postingan yang "asal caplok" tersebut terus berlangsung maka Lambe Turah bisa saja terkena hukuman. 

Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana pada Pasal 14 menyatakan (1) Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun; (2) Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan la patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun. Namun, pertanyaannya adalah apakah hukum kita sudah berlaku adil dan tegas terhadap isu hoax yang ada?



Referensi:
UU No. 24 Tahun 2013
UU Teknologi Informasi https://www.slideshare.net/internetsehat/privasi-online-dan-perlindungan-data-pribadi. Diakses pada tanggal 22 Mei 2017.
instagram.com/lambe_turah. Diakses pada tanggal 22 Mei 2017
http://mastel.id/infografis-hasil-survey-mastel-tentang-wabah-hoax-nasional/. Diakses pada tanggal 22 Mei 2017.
https://kumparan.com/aditya-panji/media-sosial-jadi-saluran-favorit-penyebaran-hoax. Diakses pada tanggal 22 Mei 2017.




30

Monday, 8 May 2017

Dahulu, untuk menciptakan suatu berita, seorang jurnalis harus berjuang mati-matian dalam mencari narasumber dan detail suatu kejadian supaya berita yang disampaikan akurat dan terpercaya. Berbeda jauh dengan keadaan saat ini di mana teknologi internet berkembang dengan pesat. Sekarang, setiap orang bisa menciptakan konten informasi mengenai apapun di media sosial. Sadar atau tidak sadar, setiap post yang diunggah, retweet, share, atau like merupakan bentuk dari produksi berita. Tapi pertanyaannya, apakah semua berita itu benar?



Image result for contoh berita palsu
  • Kehadiran berita palsu memanipulasi emosi dan perasaan kita. Ternyata, saat kita menerima informasi, reseptor/penerima pertama adalah emosi, bukan otak. 
  • Memuaskan konfirmasi kita akan bias yang kita miliki. Pada dasarnya, tiap manusia lebih tertarik dengan orang lain yang memiliki opini yang sama dengan mereka, dan tentunya mereka pasti ingin mendengar atau mendapat informasi yang sesuai dengan apa yang ia pikir benar. Karena inilah banyak berita palsu yang tersebar dan diterima karena isi berita yang sepemikiran dengan orang yang membacanya.
  • Mendorong pemikiran kita akan konspirasi. Banyak orang yang mencoba-coba untuk menerka dan membuat prasangka tentang suatu hal yang belum diketahui penyebabnya. Mereka kemudian membuat suatu berita yang palsu untuk memenuhi rasa ingin tahu orang-orang meskipun hal yang mereka tulis itu bohong. Contohnya seperti 9/11 di Amerika memiiki banyak konspirasi yang berisi hal-hal yang belum tentu benar tapi diyakini banyak orang. 
  • Diawali dari candaan. Munculnya meme atau tweet bisa memicu penyebaran berita palsu apabila berita itu dipercayai banyak orang dan menjadi viral. 
Kenapa penyebaran informasi dalam sosial media harus berhati-hati? Orang-orang melakukan sebuah tindakan didasari dari informasi yang mereka dapat. Contohnya, saat kamu ingin membeli motor baru, pasti hal yang dilakukan adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang motor itu, seperti harga, spesifikasi, apakah irit bensin atau tidak, dan lain-lain. Apabila penyebaran informasi tersebut baik maka nilai yang didapat oleh pengakses internet pun akan positif, namun sangat disayangkan ketika penyebaran informasi tersebut untuk memancing suatu konflik dan perpecahan, seperti kasus penistaan agama oleh Ahok yang dilaporkan oleh Buni Yani yang menjadi ramai di sosial media. Ada pihak haters dan lovers. Ada yang mengatakan bahwa Ahok tidak menistakan agama namun ada yang mengatakan Ahok menghina agama tersebut. Bereda penyebaran informasi yang tidak sesuai dari pihak yang kontra dimana isu agama sangatlah sensitif sehingga masyarakat mudah dipengaruhi hingga munculnya demo 212 dan demo lainnya. Dalam film #LENTERAMAYA dikatakan bahwa konflik dan traffic akan terus ada dimana konflik terus dibuat dan traffic terus masuk ke dalam situs mereka dan mereka mendapatkan penghasilan dari iklan yang banyak. Bisa jadi ada pihak-pihak tertentu yang berusaha melebihkan berita tersebut agar bisa menarik masyarakat sehingga mencari keuntungan sendiri untuk pihaknya tersebut. Apabila masalah ini terus berlanjut khususnya dalam isu-isu SARA dalam sosial media, maka masyarakat semboyan Bhinneka Tunggal Ika hanyalah kenangan saja. 

sumber: https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2017/01/03/796697/670x335/kalang-kabut-pemerintah-tangkal-berita-bohong-di-media-sosial.jpg


Oleh sebab itu, semakin maraknya berita palsu saat ini tengah menjadi tantangan baru yang dihadapi masyarakat dalam dunia digital. Sekilas pasti kita bertanya-tanya kenapa ada orang yang "iseng" untuk membuat berita palsu dan menyebarnya. Tapi tentunya ada beberapa alasan mengapa berita palsu dapat "hidup" di tengah-tengah masyarakat.


 Melihat dari film #LENTERAMAYA  menggambarkan bukti nyata dari dampak berita palsu tersebut. Berita palsu dapat berkembang karena perkembangan digital yang semakin cepat dengan masyarakat yang ikut menggunakan berbagai fitur yang ditawarkan pula oleh kemajuan digitalisasi tersebut. Dalam film tersebut dikatakan kalau masyarakat mulai bisa menggunakan sosial media berarti semua elemen masyrakat akan masuk ke ruang baru itu. Sehingga tidak heran apabila berita palsu, hate speech, maupun propaganda dapat berkembang dengan cepat di dalamnya. Penyebaran informasi pun dapat berkembang pesat pula hanya melalui sosial media, dimana orang-orang lebih mudah percaya berita melalui sosial media dibanding berita yang valid tingkat akurasinya. Kasus teroris, penistaan agama, dan pembakaran beberapa tempat ibadah (peristiwa bom gereja Samarinda, 13 November 2016 dan pembakaran vihara tanjung balai, 29 juli 2016menjadi contoh yang diberikan oleh film tersebut. Sosial media dapat mempengaruhi emosional masyarakat dengan mudah dan terprovokasi apabila masyarakat tidak pintar dalam menyikapi penyebaran informasi dalam dunia digital tersebut.


Untuk mengatasi masalah tersebut, terdapat tiga solusi yang dapat dilakukan menurut Steve Reiner dalam kuliah umum yang diadakan di MBRC FISIP UI tanggal 4 Mei lalu. Pertama, penyebaran hoax dan berita palsu dapat diatasi dengan kemampuan literasi digital masyarakat. Kedua, proses fact checking yang harus lebih diperketat. Bukan hanya melibatkan kejelasan sumber informasi dari pemerintah, tetapi juga proses verifikasi ketat yang harus diterapkan media online. Ketiga adalah sistem algoritma yang harus diterapkan penyedia layanan internet bekerja sama dengan pemerintah untuk menyaring berita-berita palsu dengan kata kunci-kata kunci tertentu.

Jika dalam solusi kedua dan solusi ketiga melibatkan pihak-pihak eksternal dalam pelaksanaannya, solusi pertama melibatkan anda sebagai pengguna internet yang menemukan berjuta-juta informasi setiap harinya. Sikap kritis dalam menyikapi suatu wacana di internet dan kehati-hatian dalam beropini merupakan dua kemampuan yang perlu diasah lewat pengetahuan tentang literasi digital.

Saat ini, sudah semakin banyak LSM seperti ICT Watch, Safenet, dan Kemudi (Kelas Muda Digital) yang memberikan pendidikan literasi digital kepada masyarakat. Kita pun bisa mencari informasi sendiri terkait literasi digital dalam website-website yang dimiliki lembaga tersebut. Oleh karena itu, sudah tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tinggal diam dan tidak melawan hoax serta ujaran-ujaran kebencian yang semakin banyak beredar d internet saat ini.





0

Tuesday, 14 March 2017


Teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat di dunia hingga saat ini, dan Indonesia juga termasuk salah satu negara yang ikut merasakan dampak teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut bisa dilihat dalam film dokumenter singkat Linimassa 2 oleh ICT Watch dan Watchdoc. Dalam film tersebut, tercatat 55 juta masyarakat Indonesia sudah terhubung dengan akses internet, 42,9 juta di antaranya memiliki akun Facebook, dan 3,3 juta merupakan blogger

Dalam film ini kita dapat melihat contoh dari Technology Determinism yang hadir di kalangan masyarakat Indonesia. Semenjak kehadiran akses internet di Kampung Cyber di Jogjakarta, gerai batik Lek Iwon mulai merambah pemasarannya ke dunia online dengan membuat laman Facebook dan blog yang menarik para pembeli dari luar negeri seperti Belanda maupun Jepang. Selain penjualan batik Lek Iwon, perubahan perilaku terjadi terhadap anak-anak di Kampung Cyber yang tadinya bermain di luar rumah kini bermain game yang menggunakan akses internet di komputer yang tersedia di desa dan tentunya diawasi oleh orang tua.

Kehadiran internet di Desa Mandalamekar, Tasikmalaya juga membuat warganya mulai melakukan penyebaran informasi melalui website yang berisi program pemerintah seperti pembangunan, laporan keuangan sebagai perwujudan transparansi yang ada di desa, laporan desa yang berisi kegiatan warga Mandalamekar yang meliputi karya seni, program gotong royong, dan lainnya yang sebagian kontributornya merupakan warganya sendiri. Teknologi membuat warga Desa Mandalamekar menjadi sering menerima dan juga berbagi informasi yang dimilikinya.


Selain di Kampung Cyber dan Desa Mandalamekar, internet khususnya media sosial juga mempermudah penyebaran informasi dan membantu pengembangan bagi beberapa komunitas, seperti contohnya di Jakarta. Komunitas HIV/AIDS yang memiliki 2 laman Facebook dan 4 akun Twitter yang memiliki segmentasi khalayak yang berbeda dalam penyampaian informasi mengenai HIV/AIDS. Selain komunitas HIV/AIDS, beberapa kaum difabel juga mulai merambah media sosial seperti Twitter dan Facebook. Bagi kaum tunarungu, Twitter dan Facebook dianggap lebih mudah dan nyaman karena unsur visualnya yang kuat, berbeda dengan televisi yang masih memiliki unsur audio yang lebih sulit untuk dicerna.  
Selain itu, film dokumenter tersebut juga menceritakan tentang regulasi konten media yang dilakukan oleh orangtua di kampung Cyber, Yogyakarta. Dalam konvergensi media, kami sempat membahas tentang bagaimana konten media harus diregulasi penggunaannya. Regulasi ini ditegakkan dari orangtua yang mengawasi anaknya dalam penggunaan internet. Walaupun sudah mengenal internet sejak kecil, anak-anak di kampung Cyber memiliki kemampuan literasi digital yang cukup baik menurut orangtuanya sehingga dipercaya untuk menggunakan internet dalam konteks yang positif, walaupun tetap dalam pendampingan. Maka dari itu, teknologi secara tidak langsung menjadikan orang tua sebagai "gatekeeper"  terhadap anak-anaknya dari dampak negatif yang dapat diakses melalui teknologi seperti internet.

Kami juga tertarik untuk fokus membahas mengenai salah satu bagian dari film yang menceritakan mengenai kericuhan di kota Ambon. Kericuhan yang di "framing" oleh media mainstream berbeda dengan realitas yang terjadi di kota Ambon saat itu. Media mainstream menampilkan bahwa yang terjadi di kota Ambon adalah kerusuhan yang sangat parah padahal keadaan yang terjadi biasa saja. Hal ini membuat beberapa masyarakat di kota Ambon panik. Di sisi lain, beberapa warga Ambon berusaha untuk mengklarifikasi keadaan yang terjadi melalui media sosial yang ada. Hal ini menunjukkan adanya "re-engaging citizen" dimana warga menjadi active-audience akan suatu isu yang ditampilkan pada media mainstream.



Kesimpulan yang dapat kami ambil dari film dokumenter "Linimasa 2" yaitu bahwa kemajuan teknologi memiliki dampak besar untuk memberdayakan masyarakat-masyarakat marjinal yang berada di daerah pelosok maupun orang-orang yang dipandang lemah seperti masyarakat difabel dan penderita HIV. Teknologi dapat memberikan kemanfaatan jika kita dapat mengoptimalkannya untuk hal-hal positif dan berguna bagi kita dan orang-orang lain di sekitar kita.

0

Wednesday, 8 March 2017

REMAPPING GLOBALIZATION

Pernahkah kamu melihat teman-temanmu yang menyukai berpakaian 'ala' cosplay?

sumber: cosplay.com

Tanpa sadar kita sering kali menyerap berbagai budaya yang berasal dari berbagai negara. Globalisasi membuat batas antar negara menjadi tidak terlihat ditambah dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat. Globalisasi telah mempengaruhi arus dari berbagai aspek seperti barang, uang, pekerja, dan konten media dari timur ke barat.

Globalisasi membuat berbagai budaya seperti tercampur satu dengan lainnya sehingga sulit untuk membedakan atau bahkan menghapus kebudayaan lokal itu sendiri. Nitendo produk dari Jepang dianggap berasal dari Amerika karena perkembangannya yang sangat pesat di negara Paman Sam tersebut.

sumber: nintendo.com

Contoh lainnya pada masa ini ialah orang-orang di Indonesia lebih nyaman berpakaian dan bergaya ‘ala’ kebarat-baratan dibanding mengkonsumsi produk budaya Indonesia dilihat dari tingginya pemakaian produk brand luar.

Maka dari itu, Globalisasi membuat kita susah untuk memetakan budaya dari suatu negara tertentu. Tanpa sadar negara-negara saat ini saling ‘meracuni’ produk maupun jasa mereka melalui media.

Apakah Anda salah satunya?



Referensi:
Jenkins, Henry. 2004. The Cultural Logic of Media Convergence. USA: Sage Publications, Inc.

Kelompok D
Evi Kusumaningrum
Margaretha Nazhesda
Saeka Minami Kalpika
0


REGULATING MEDIA CONTENT

                Konvergensi media telah meleburkan batasan antara produsen dan konsumen. Konsumen media tidak lagi bersifat pasif, tetapi juga bisa mengontrol konsumsi mereka terhadap media. Mereka juga bisa memproduksi sendiri konten media yang diinginkan. Akibatnya, jumlah konten yang terdapat di media semakin banyak dan bervariasi, bahkan kadangkala tidak terkontrol di era konvergensi media ini.

Image result for konvergensi media
sumber: DapidSaputra.wordpress.com


Orangtua dalam hal ini berperan aktif untuk mengontrol anak-anaknya dalam konsumsi media yang mereka lakukan. Saat teknologi belum berkembang pesat seperti saat ini, orangtua bisa dengan mudahnya melakukan self regulation kepada anak-anaknya. Contohnya seperti larangan menonton televise yang diberlakukan di atas jam 9 malam, karena tayangan di atas jam tersebut sudah tidak layak ditonton oleh anak-anak. Namun, di era konvergensi media, hal ini semakin sulit dilakukan terutama dengan adanya internet. Internet dapat diakses melalui berbagai media digital mulai dari laptop, handphone, tab, dan lain-lain. Berbagai konten media baik yang positif maupun negatif dapat dengan mudah mengekspos banyak khalayak tanpa mengenal golongan usia.

Image result for awkarin
Awkarin
sumber: youtube.com

Pernahkah Anda mengenal seseorang bernama Awkarin? Perempuan yang merupakan sensasi di internet ini merupakan salah satu sosok yang dapat dikatakan “bad influencer” bagi anak muda karena gaya berpakaian yang terbilang cukup terbuka, lagu yang dimiliki dengan lirik yang tidak mendidik, dan vlog yang terlalu mengumbar kehidupan pribadi. Namun Awkarin ini sangat digemari oleh banyak remaja Indonesia dan kerap kali ditiru oleh sebagian besar dari mereka. Hal ini bisa terjadi karena penggunaan akses internet oleh remaja yang sulit dikontrol oleh orang tua.  Konvergensi media menyebabkan internet bisa diakses melalui berbagai gadget dan menjadikan internet sebagai “kebutuhan pokok” dari remaja saat ini. Orangtua kini tidak bisa lagi sekedar menyita gadget atau memutus koneksi internet yang dimiliki sang anak untuk membatasi pengaruh negatif internet.


Untuk mengatasi hal tersebut, anak-anak membutuhkan kemampuan literasi media untuk bisa menyaring sendiri konten-konten di internet yang ia miliki dan bisa memaksimalkan penggunaan internet untuk hal-hal yang positif. Dengan begitu, regulasi konten media dapat berjalan dengan baik.


Referensi:
Jenkins, Henry. 2004. The Cultural Logic of Media Convergence. USA: Sage Publications, Inc.

Kelompok D
Evi Kusumaningrum
Margaretha Nazhesda
Saeka Minami Kalpika




0

Tuesday, 7 March 2017

In this digital age especially in Indonesia with the democration system, many people feel free to express their emotions and words. People think this freedom is a privilege that you can not waste for futile thing. Well, it seems good to being more open mind up; can critize something that we don't agree, see the work of someone via online, or search informations that helped your work/tasks with 'uncle' Google. But, this freedom somehow is being asked. We can access a lot of things in online and offline media, then we copy and paste the works of someone if we'd love to, furthemore we share it to our own social media like it is our own work. A question is spinning around my head. Will the freedom of using the media make people want to take of someone's work without their permission? 

The first book that I read titled "Media Today: Mass Communication In a Converging World" by Joseph Turow. I will be focus on his chapter fifth that discuss about "Controls on Media Content: Goverment regulation, Self-Regulation, and Ethics." I invite you to elaborate more about the regulation specially with this key terms; copyright and fair use. These three things will have a relation with another references.

Joseph Turow told us that "we speak about copyright, we mean the legal protection of a creator’s right to a work." Legal and protection must be underlined as the main points of this sentence. We often think that freedom does not have a limit. People's work need to be appreciated through this kind of protection called copyright. Joseph Turow also explained two reasons why copyright becomes important. "The first is that authors ought to be able to control how their work—their intellectual property—is used. The second is that authors should be paid fairly for the use of their work."  I more agree with the second reason, at least those people with their hard work should be paid "fairly". We've gained already free way to look up for their work through online, so the authority thing like reporting the source is a small appreciation that we can give to them.

Next, I read the article about http://internetsehat.id/2016/12/hak-cipta-indonesia-raya-kena-klaim-kanal-id-igf-kena-takedown/ showing copyright things. This article explained how small things can cause a big problem. The point is people often forget to read about term conditions of some social media because they think their freedom is a every thing that you can do as much as you like. Let's take a look of this picture below:


Some of you ought to ignore this things. This picture shows half of terms that you should know when you decide to engage in Youtube including about copyright things. Not only in Yotube actually, in our own country there is also law that protect about copyright things that is regulated by Law of Republic Indonesia number 28, 2014 about copyright. It explains that "..copyright is the intellectual property in the field of science, art, and literature that have a strategic role in supporting the development of the nation and advancing general welfare as mandated by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia." You can't underestimate the power of laws that already settled in this country. 

However, copyright is being critized by some people. "How about using some parts of someone's work, can't I?" Well, this question is being answered through the law called "Fair Use". Joseph Turow mentioned that "a person or company may use small portions of a copyrighted work without asking permission. Nonprofit, educational purposes have more leeway than for-profit ventures." In his journal, "Recovering Fair Use" by Steve Collins explained that focus on how this "fair use" thing play the role in our context of fairness in the digital age. I conclud that we can use some somene's work without their permission for some case especially for education reasons. Here's a picture that explain some examples of fair use:

Three references can be summarized that copyright is something that is important for us. You can't blame if someone use your work if the copyright doesn't exist in this world. Imagine that this freedom without copyright already create some problems with taking someone's work for his/her own profit things. At least nowadays, you have something that can protect your great effort or magnificient work through law of copyright. Although we have "fair use". we need to use it wisely. Funny thing comes up in my mind; "When someone cites page 100 of 1000 pages of a book, is it still considered as fair? #FairUse". This question reminds us that we should take this copyright thing seriously. Understand what kind of conditions we should take and not disobey them. 

Let's be a good user of media. Let's be fair when using "fair use". Let's be creative and responsible with your work. You will be respected with your own work especially when you will use some of peole's words/ideas/works make sure you write down the source. 

What is fair is that you know how to use the freedom you've got as responsible and do not cross the line of copyright things.

'Cause you are just too pathetic to take other's property unilaterally.


Reference:
http://internetsehat.id/2016/12/hak-cipta-indonesia-raya-kena-klaim-kanal-id-igf-kena-takedown/
http://www.indolaw.org/UU/Law%20No.%2028%20of%202014%20on%20Copyright.pdf
Collins, Steve. 2008. Recovering Fair Use. Australia. M/C Journal.
Turow, Joseph. 2014. Media Today: Mass Communication in a Converging World. New York. Routledge.

Margaretha Nazhesda
1506686135
0


"Video baru gue di youtube diblokir gara-gara pake lagu barunya Coldplay!"

"Foto yang gue upload di instagram dipake sama orang dong, nggak pake izin lagi!"

"Gue nyetel lagunya BigBang kan di vlog baru gue, eh tiba-tiba videonya di blokir, Padahal nyetelnya juga cuma 10 detik dan nggak terlalu kedengeran. Youtube jadi rese deh."

Sebagai generasi social media savvy, perbincangan-perbincangan tersebut mungkin sering kalian temukan sehari-hari ketika sedang berkumpul bersama teman-teman ataupun dalam chatroom di media sosial. Katanya sih kita bebas berekspresi di internet, tapi kok konten kita malah diblokir dimana-mana? Padahal isinya masih baik dan beretika. Sebenarnya sejauh apa sih batasan-batasan kita di media sosial, terutama terkait hak cipta? Pertanyaan tersebut akan dijawab lebih lanjut dalam artikel ini.

Kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang. Internet memberikan akses maksimal kepada kita para pengguna untuk melakukan hal tersebut. Namun, hak tersebut kadangkala bertabrakan dengan hak-hak yang juga dimiliki orang lain, sehingga tetap dibutuhkan sebuah regulasi untuk mengatur hal tersebut.

Berbagai aturan pun dirumuskan oleh pemerintah untuk melindungi hak-hak rakyatnya dalam berekspresi dan berpendapat, termasuk terkait dengan hak cipta. Hak cipta dalam UU No.28 Tahun 2014 adalah kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Keberadaan intenet semakin mempermudah kesempatan kita untuk mengunggah hasil karya sekaligus menggunakan hasil karya orang lain. Jika tidak ada undang-undang yang mengatur tentang hal ini, kepemilikan akan suatu hasil karya akan menjadi tidak teratur.

Ketiga bahan bacaan yang diberikan berbicara tentang copyright, yaitu proteksi legal atas hasil karya milik seseorang. Copyright merupakan salah satu bentuk peraturan yang dibuat pemerintah dan media-media digital untuk mengurangi kasus terjadinya pelanggaran hak cipta. Dalam pelaksanaannya, copyright juga beriringan dengan fair use, yaitu hak seseorang untuk memasukkan sebagian kecil karya cipta orang lain ke dalam konten yang ia buat selama karya tersebut bertujuan untuk nonprofit dan edukasi dengan adanya transformasi dari bentuk sebelumnya. Tujuannya adalah agar tidak terjadi monopoli dan monetisasi oleh pemilik modal atas suatu karya.

Hukum tentang copyright di media digital mulai tahun 1998 diatur oleh undang-undang khusus di Amerika Serikat, yaitu Digital Millenial Copyright Act atau DMCA. Anehnya, di dalam DMCA ini tidak disebutkan sama sekali mengenai fair use, sehingga penggunaan konten tanpa perlu izin menjadi sebuah hal yang ilegal. Hal tersebut terjadi pada kasus Holden Lenz yang meng-upload videonya berjoget lagu Prince, Let;s Go Crazy dan kasus yang terdapat di artikel http://internetsehat.id/2016/12/hak-cipta-indonesia-raya-kena-klaim-kanal-id-igf-kena-takedown/ dimana sebuah video konvensi internasional di-take down karena dalam pemutaran lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan bersama-sama dalam acara itu menggunakan aransemen yang sudah diakui copyright nya oleh PT Aquarius Musikindo.





Evi Kusumaningrum (1506729481)



Sumber:
http://internetsehat.id/2016/12/hak-cipta-indonesia-raya-kena-klaim-kanal-id-igf-kena-takedown/
https://www.copyright.gov/legislation/dmca.pdf
Collins, Steve. 2008. Recovering Fair Use. Australia. M/C Journal.
Turow, Joseph. 2014. Media Today: Mass Communication in a Converging World. New York. Routledge.
0